Di dalam mobil
Jalal ,,,,
Jalal
benar benar tidak habis pikir dengan
orang orang yang berusaha mencari uang dengan cara instan dengan menjajakan
tubuhnya, demi kepuasan birahi sesaat, mereka rela untuk merogoh kocek mereka
sebanyak mungkin tanpa mempedulikan kesehatan dan kehidupan mereka kelak
nantinya, apalagi hingga memaksa seorang wanita yang sedang hamil untuk
memuaskan nafsu mereka sesaat
“Aku
nggak papa, mas ,,, yang penting anakku bisa makan, aku ikhlas, aku nggak punya
keahlian apa apa, selain ini, jadi aku hanya bisa mencari nafkah dengan cara
seperti ini, aku nggak papa ,,, semua ibu pasti akan melindungi anaknya, hanya
saja caranya yang berbeda” ucapan Benazir
membuat Jalal teringat akan Jodha
“Kamu telah membunuh anakku, Jodha !!!” tuduhannya terhadap Jodha kembali terngiang
ngiang dalam benaknya
“Tunggu
tunggu ,,, tunggu, ini nggak biisa dibiarin” suara Jalal kembali terdengar
“Dari tadi aku lihat kamu meringis kesakitan, aku takutnya ada apa apa,
bagaimana kalau kita ke rumah sakit ? soal biaya, nggak usah khawatir, biar aku
yang bayar” tanpa menunggu persetujuan dari Benazir, Jalal segera melajukkan
kembali mobilnya dan memutar balik mobil Land rover putihnya lalu melaju menuju
rumah sakitnya sendiri.
Benazir sendiri
tidak tahu harus berkata apa, yang pasti pangeran penunggang kuda putih seperti
yang diimpi impikannya selama ini sejak masa kanak kanak dulu telah datang dan
menyelamatkan dirinya, tak lama kemudian mereka sudah sampai dirumah sakit
Jalal, Jalal langsung membawa ke UGD dan meminta tim dokter jaga yang jaga
malam itu untuk memeriksa Benazir
Ketika
Jalal sedang ngobrol dengan salah satu dokter jaga malam itu, dari tempatnya
terbaring Benazir bisa melihat Jalal yang berada di kejauhan dengan sangat jelas,
Jalal rupanya semakin mempesona Benazir
“Suster,
boleh saya tanya ?” Benazir mencoba bertanya pada suster yang sedang mengecek
tensi darahnya “Iyaa, mau tanya apa, bu ?”, “Itu laki laki yang tadi mengantar
aku kesini, siapa ya ? aku tadi di tolong sama dia, jadi aku belum begitu kenal
sama dia” ujar Benazir sambil menunjuk kearah Jalal
“Oooh
itu, itu dokter Jalal, salah satu anak pemilik rumah sakit ini” Benazir
langsung terbelalak “Oh iyaa ???” Benazir benar benar merasa beruntung bisa
ketemu dengan Jalal
“Pantas saja tadi dia bilang nggak usah khawatir
soal biayanya, lha wong dia sendiri yang punya rumah sakit ini, dia itu benar
benar baik, meskipun dia seorang dokter dan orang tajir tapi dia tidak
memandang rendah pada orang seperti aku” bathin Benazir tepat
pada saat itu Jalal masuk menyeruak masuk menemui Benazir
“Benazir,
lebih baik malam ini kamu menginap dirumah sakit ini dulu, nanti biar suster
Ambar yang akan mengurus semua keperluan kamu” ujar Jalal sambil menunjuk ke
arah seorang suster disebelahnya
“Besok
kamu akan langsung ditangani oleh dokter specialis kandungan, namanya dokter
Ryadh, jadi lebih baik malam ini kamu istirahat dulu disini dan aku pulang dulu
yaa, suster Ambar tolong diurus yaaa” suster Ambar langsung mengangguk dan
setelah berpamitan dengan Benazir, Jalal segera melajukan mobilnya pulang
menuju rumahnya sendiri
sepanjang
perjalanan menuju rumahnya, Jalal mulai memikirkan hubungannya dengan Jodha
yang masih menggantung hingga saat ini, ucapan Benazir tentang naluri seorang
ibu yang selalu akan menjaga anaknya, membuat Jalal berfikir
“Kamu telah membunuh anakku, Jodha !!!” Jalal
menghela nafas dalam, tuduhannya
pada Jodha selalu menyiksa
benaknya, Jalal sadar kalau sebenarnya Jodha tidak bermaksud demikian, Jodha
malah telah mengorbankan dirinya untuk melindungi Jalal dari amukan Bhairam
Khan
“Ya Tuhan ,,, apa yang harus aku lakukan ? apakah
masih ada celah diantara kami ? meskipun saat ini hubungan kami renggang, tapi
aku nggak ingin berpisah dengan Jodha, Jodha adalah segalanya bagiku tapi
kenapa dia nggak mendukungku ketika aku membutuhkan supportnya, kami malah
saling bersebrangan pendapat bahkan sampai sekarang ,,,, aaarrrgggh pusing !” tak terasa akhirnya Jalal sudah sampai didepan rumahnya,
Jalal terpana
ketika melihat mobil Porsche hitam Jodha ada di teras depan “Jadi Jodha sudah
pulang rupanya ?” Jalal tersenyum senang, bergegas Jalal turun dari mobil Land
Rover putihnya dan masuk ke dalam rumah, rupanya gerbang depan belum terkunci,
Jalal lalu membuka pintu depannya dengan kunci yang selalu dibawanya, dicarinya
kunci mobil Jodha ditempat kunci yang tergantung didekat dapur,
kemudian
Jalal memasukkan mobil Jodha kedalam garasi rumahnya, sedangkan mobilnya
sendiri dimasukkan ke teras depan rumah, karena kebetulan garasi mobil mereka
hanya muat satu mobil, dan setelah
selesai mengunci pintu gerbang, Jalal bergegas menuju kamarnya, namun sekilas
dilihatnya rumahnya nampak bersih, bau wangi pengharum baju juga masih tercium aromanya dari teras belakang
“Rupanya Jodha baru saja bersih bersih rumah,
baguslah ,,, dia mulai ingat dengan rumahnya sendiri” bathin
Jalal dalam hati, Jalal kemudian langsung menuju ke kamarnya, tapi ternyata kamarnya kosong “Rupanya Jodha tidur dikamarnya sendiri” Jalal lalu berjingkat
menuju ke kamar Jodha, dibukanya pintu kamar Jodha perlahan, dilihatnya Jodha
sudah tertidur lelap membelakangi Jalal,
Jalal
berjalan perlahan hingga tidak menimbulkan suara, demi melihat wajah Jodha yang
polos, sudah satu bulan ini Jalal mengabaikan wajah cantik istrinya, ingin rasanya Jalal mencium kening
yang putih itu, namun rasanya tidak mungkin, bisa bisa nanti Jodha tambah marah
padanya, setelah puas Jalal memperhatikan
wajah Jodha, Jalal bergegas pindah ke kamarnya sendiri, Jalal merasa senang
karena akhirnya Jodha pulang kerumah, Jalal yakin kalau rumah tangga mereka
berdua masih bisa diselamatkan
Keesokan harinya,
Jodha
terbangun begitu mencium aroma nasi goreng khas Jalal yang sangat dikenalnya,
saat itu waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi, Jodha panik karena dirinya
bangun kesiangan, bergegas Jodha langsung mandi kemudian berdandan dan
merapikan dirinya dengan atasan warna hijau yang warnanya senada dengan rok
span selututnya, setelah selesai memulas lipstick merah kesukaannya dan
mematutkan dirinya didepan cermin, Jodha langsung turun kebawah,
saat itu
jarum jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi, Jalal yang saat itu sudah rapi dengan
setelan kemeja biru muda yang dipadukan dengan celana katun warna biru dongker langsung
menyambut kehadiran Jodha dengan senyumnya yang menawan
“Haiii
,,, selamat pagi !!!!” Jodha melirik sekilas sambil berjalan kearah dapur, yang
terletak di dekat meja makan, untuk
membuat teh herbal kesukaannya “Pagi
,,,, tumben pagi pagi sudah masak, pulang
jam berapa semalam ?” tanya Jodha penuh selidik sambil menuangkan air panas
dari termos kedalam cangkir tehnya, kemudian berjalan kearah meja makan dan
duduk didepan meja makan di sebrang
kursi Jalal
“Jam
berapa yaaa ,,,, jam dua atau jam tiga gitu mungkin” ujar Jalal sekenanya
sambil menyuapkan nasi goreng buatannya “Oh iyaa ,,, ? jadi semalam cuma tidur
sebentar atau malah nggak tidur sama sekali ?”, “Kenapa memangnya ?” tanya
Jalal dengan senyumnya yang nakal sambil memperhatikan Jodha yang mulai mengaduk
aduk teh herbalnya
“Yaaa
nggak kenapa kenapa, cuma pengin tau aja” ujar Jodha sambil menyeruput sedikit
demi sedikit teh herbal buatannya namun tak disentuhnya nasi goreng buatan
Jalal yang sudah beberapa menit yang lalu teronggok didepannya sesaat mereka
berdua terdiam
“Jo, ada
yang ingin kubicarakan” tiba tiba suara Jalal memecah keheningan diantara
mereka, suara Jalal yang terdengar begitu berat dan serius, membuat Jodha
seperti sedang dihadapkan pada sebuah sidang tesis pertamanya “Aku harus berangkat,
Jalal ,,, aku sudah telat”, “Aku sudah minta ijin kerumah sakit, kalau kita
berdua off hari ini” kedua bola mata Jodha langsung membulat dan sedikit
melotot, begitu mendengar ucapan Jalal, Jodha merasa hubungan mereka yang sudah
diujung tanduk, akan berakhir sudah
“Aku rasa
ini waktu yang tepat, Jo ,,, kita harus ngobrol berdua, aku nggak ingin menunda
nundanya lagi, apalagi kamu juga sudah pulang kerumah” Jalal berusaha memberi penjelasan ke Jodha
sambil menghabiskan nasi goreng buatannya, sementara Jodha sama sekali tidak
menyentuh piring didepannya, nasi goreng buatan Jalal masih utuh teronggok
didepannya dengan pasrah
“Kenapa
nggak dimakan ?” Jalal kembali memecah kebisuan diantara mereka berdua sambil menunjuk kearah piring Jodha “Nggak laper”
kembali keduanya terdiam, mereka berdua serasa dua orang asing yang baru saja
berkenalan, kemudian Jalal berusaha mengumpulkan energinya sekuat tenaga, untuk
mengungkapkan perasaannya ke Jodha
“Jo, aku
minta maaf” suasana masih hening ketika Jalal mulai membuka pembicaraan “Nggak
ada yang perlu dimaafkan” suara Jodha mulai terdengar lirih “Ada, selama ini aku sudah berbuat tidak adil
sama kamu, aku telah menuduh sesuatu yang sebenarnya tidak kamu lakukan selama
ini, aku merasa bersalah, aku minta maaf” ucapan Jalal kembali mengingatkannya
pada kejadian tempo hari ketika Jalal lebih membela Salima, pasiennya, kedua
bola mata Jodha berkaca kaca, Jodha tidak menanggapi ucapan Jalal, Jodha hanya
memalingkan matanya kearah teras belakang yang bersebelahan dengan ruang makan
mereka yang dibatasi dengan jendela yang lebar
Jalal
sadar kalau perasaan Jodha terluka, Jalal segera berdiri dan berjalan kearah
Jodha, kemudian duduk dikursi yang ada disamping Jodha, Jodha masih saja
terdiam sambil menyeka pipinya yang basah dengan salah satu tangannya, Jalal
kemudian memegang tangan Jodha perlahan, Jodha hanya terdiam
“Maafkan
aku, Jo ,,, aku tahu, aku sadar kalau aku telah berbuat kasar padamu tempo
hari, aku minta maaf, aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin kamu
sadar kalau ini semua bukan salah nyonya Salima” Jodha masih saja terdiam dan
tidak bergeming sedikitpun
“Tapi aku
juga tahu kalau ini bukan salahmu, aku saja yang terlalu berlebih lebihan, kamu
nggak salah, Jo ,,, akulah yang salah telah menuduh kamu, aku benar benar minta
maaf, Jo ,,, tampar aku, Jo ! tampar ! tampar aku, Jo !” pinta Jalal sambil
meraih tangan Jodha dan ditamparkannya tangan Jodha ke mukanya sendiri, Jodha
hanya terdiam sambil menatap kearah Jalal tajam
“Aku
sudah memaafkan kamu dari dulu, Jalal ,,, aku tahu kalau aku juga salah, kita
berdua sama sama egois, kita sama sama keras kepala” ujar Jodha sambil
memegangi kedua pipi Jalal dengan perasaan sedih, tak terasa airmatanya kembali
membasahi pipi Jodha, Jalal pun ikut menangis
begitu melihat kesedihan diwajah Jodha

Komentar
Posting Komentar