Langsung ke konten utama

SINOPSIS ASHOKA SAMRAT - 15 MEI 2015

SINOPSIS Chakravartin Ashoka Samrat - 15 MEI ANTV by. Sally Diandra 

Tabib sedang membuat ramuan yang sangat special dan teringat ketika Justin mengatakan bahwa dirinya bisa membalas dendam, saat itu Dharma sedang membuat ramuan dikamar Maharaja Bindusara, sedangkan Ashoka berusaha melepaskan diri dari ikatan tali yang mengikat tubuhnya, dia berhasil lolos dan keluar dari kamar Acharaya, ketika menyelinap kesebuah ruangan, Ashoka melihat ada dua orang laki laki yang sedang melumuri panah dengan sebuah ramuan yang bisa membunuh siapapun juga, Ashoka mengambil anak panah dan busurnya kemudian berjingkat keluar tanpa sepengetahuan mereka, orang yang dilihat oleh Ashoka adalah sang tabib dan salah satu prajurit “Sekarang, panah ini bisa digunakan untuk membunuh !” ujar sang tabib. 

Lolosnya Ashoka diketahui oleh para prajurit, mereka langsung mengejar Ashoka masuk kedalam hutan, Ashoka berlari sangat kencang kemudian memanjat sebuah pohon dan bertahan diatas sana “Kita semua pasti akan dihukum oleh Acharaya !” ujar para prajurit ketika mereka tidak menemukan Ashoka Keesokan harinya, Ashoka masih berada diatas pohon didalam hutan, Maharaja Bindusara juga dibawa masuk kedalam hutan untuk pengobatannya, Dharma ada disana menemani Maharaja Bindusara sambil terus meramu obatnya, Khurasan juga ada disana. Sambil mengobati, sambil mengobati Maharaja Bindusara, Dharma berupaya untuk terus menutupi wajahnya dengan dupattanya, dilain pihak Acaharaya sedang melakukan semacam ritual didalam sungai, tiba tiba saja ada beberapa orang tidak dikenal keluar dari dalam sungai mengelilingi Acharaya dan berusaha menenggelamkan Acharaya disungai. Sementara itu didalam hutan, ada sebuah anak panah yang tiba tiba melesat dan mengenai dada Maharaja Bindusara, semuanya sangat terkejut dan melihat kearah belakang, mencari siapa orangnya yang telah melesatkan anak panah itu. 

Pada saat itu, Ashoka yang juga sedang duduk diatas pohon melihat disebrang pohon yang lain ada seseorang yang tidak dikenal mengenakan baju dan cadar hitam yang melesatkan anak panah tersebut ke tubuh Maharaja Bindusara, Ashoka berusaha menghentikan orang itu akan tetapi orang tidak dikenal itu lari secepat kilat “Lihat ! Anak itu yang telah menyerang Maharaja Bindusara, tangkap dia!” Khurasan memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Ashoka. Ashoka berlari mengejar si pemanah misterius, sementara itu para prajurit mengejar Ashoka, Dharma yang melihat keberadaan Ashoka diatas pohon tadi panik dan lebih panik lagi ketika dilihatnya Khurasan juga ada disana, orang yang dulu hendak membunuhnya ketika dirinya mengandung Ashoka. Sementara itu Acharaya masih berusaha dibunuh oleh orang orang yang tidak dikenalnya dengan cara menenggelamkan ke dalam sungai. 

Di hutan, Ashoka yang sedari tadi mengejar si pemanah misterius, menghentikan langkahnya kemudian diambilnya batu dan dilemparkannya ke arah si pemanah, si pemanah itupun terjatuh akan tetapi tak lama kemudian, si pemanah bisa bangun dan lari lagi menjauhi Ashoka, ketika Ashoka hendak mengejarnya kembali, para prajurit telah datang dan menangkapnya “Bukan aku yang memanah, aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya memanah, percayalah padaku ! Itu adalah salah satu prajurit yang menyerang Maharaja !” Ashoka memberontak “Khurasan menyuruh kami untuk membawa kamu ke dia ! Ayoo cepat !” akhirnya Ashoka dibawa oleh prajurit menghadap ke Khurasan. Ditempat Maharaja Bindusara, sang tabib segera menghampiri sang Maharaja dan mencabut panah yang menancap didada sang raja sambil berkata “Panah ini beracun”, “Panah ini beracun ? Itu artinya ada seseorang yang ingin membunuh Maharaja !” ujar Khurasan, 

Dharma yang saat itu ada didekat Maharaja dan Khurasan, segera mengambil belati Khurasan dan menggoreskan luka yang lain ditubuh Maharaja Bindusara “Aku mencoba untuk menghentikan racun ini agar tidak mencapai jantung, belati ini bisa memberikan kehidupan dan mengambil kehidupan juga, itu semua tergantung dari cara penggunaannya” ujar Dharma, tak lama kemudian Ashoka dibawa kedepan Khurasan “Aku berkata jujur ! Bukan aku yang memanah !” teriak Ashoka lantang, Dharma panik begitu melihat anaknya diperlakukan seperti itu oleh para prajurit “Dia berkata benar, tuan ! Aku tadi juga melihat ada orang lain yang berada diatas pohon sana, anak ini tidak menyerang Maharaja” Dharma mencoba menyelamatkan Ashoka “Kebenaran akan diputuskan dipengadilan besok !” teriak Khurasan 

Sementara itu Radhagupta datang ke sungai dan menemukan tubuh Acharaya yang terbaring ditepi sungai, Radhagupta menangis melihat jenazah gurunya, diistana, prajurit mendatangi ibu ratu Helena “Ibu Ratu Helena, Acharaya telah tewas terbunuh !”, "Bagus !" ujar sang Ratu, tepat pada saat itu tabib istana datang menemui ibu Ratu Helena “Maharaja Bindusara memang telah diserang, akan tetapi perempuan yang dibawa oleh Acharaya itu bisa menyelamatkannya, dia sangat berusaha sekali” ujar sang tabib “Kenapa dia nggak langsung dibunuh saja ? Aku telah mencoba berbagai macam cara untuk membunuhnya tapi Maharaja Bindusara tidak pernah mati !” Helena mulai kesal “Ada seorang anak yang ditangkap, Khurasan mengira kalau anak itu yang menyerang Maharaja Bindusara” sang tabib memberikan informasi ke Helena dan Justin, Justin tertawa dan berkata “Mereka kira anak itu yang menyerang Maharaja Bindusara”, “Kita bisa mengambil kesempatan ini, kita akan memastikan bahwa anak itu akan mendapatkan hukumannya !” ujar Helena “Aku akan mengatasi permasalahan ini karena aku tidak percaya sama kamu, Justin !” Justin sangat marah. Tiba tiba terdengar sebuah sirene yang menggema diseluruh istana "Suara apa itu ?" ibu Ratu Helena keheranan "Itu adalah sebuah tanda pengumumman kalau Acharaya telah tewas !" ibu Ratu Helena senang mendengarnya

Begitu mendengar suara sirene tersebut, semua orang yang memiliki tanda khusus dipunggungnya semacam tato mulai bergerak berkumpul kesuatu tempat, mereka berasal dari berbagai macam profesi, termasuk salah satu prajurit yang mempunyai semacam tanda khusus dipunggungnya mendatangi sebuah tempat prostitusi dan sedang bersenang senang dengan para gadis disana, seorang gadis berkata padanya “Aku suka tatomu ini” si prajurit sangat terkejut. Mereka berkumpul disuatu tempat menemui Radhagupta "Kalian adalah mata mata Acharaya Chanakya, saat ini beliau sudah tewas ! jadi tetaplah waspada ! ada seseorang yang ingin menggulingkan posisi Maharja Bindusara !"

Saat itu, Khurasan sedang bersama Maharaja Bindusara, prajurit menginformasikan bahwa Acharaya sudah meninggal, Dharma yang juga ada disana sangat terkejut “Ini berarti anak kecil ini juga membunuh Acharaya juga” Dharma yang mendengar ucapan Khurasan semakin panik “Selamatkan Maharaja Bindusara !” perintah Khurasan “Aku harus tahu panah yang seperti apa yang menyerang Maharaja Bindusara, untuk itu aku harus bertemu dengan anak itu, tuan” ujar Dharma sambil menutupi wajahnya, Khurasan pun menyetujuinya. 

Didalam penjara, saat itu Ashoka sedang dipukuli oleh para prajurit dengan tangan dan kaki diikat rantai “Aku sudah bilang yang sebenarnya kalau aku tidak menyerang Maharaja Bindusara, aku hanya kesini mau bertemu dengan ibuku yang diculik oleh Acharaya !” ujar Ashoka sambil teringat bagaimana dulu Dharma merawat dirinya, bagaimana Dharma selalu merasakan penderitaannya ketika Ashoka terluka atau sakit, Ashoka sangat sedih, tak lama kemudian Dharma datang ke penjara menemui Ashoka, masih dengan menutupi wajahnya dengan dupatta, Dharma berkata “Aku harus bertanya padamu, nak”, “Aku ini tidak bersalah, aku tidak tahu apa apa” Ashoka sudah merasa lelah ditanyai terus menerus, Dharma yang sedih melihat Ashoka menyuruh para prajurit untuk meninggalkannya berdua saja dengan Ashoka, prajuritpun meninggalkannya. 

Sepeninggal para prajurit, Dharma membuka dupattanya dan melihat kearah Ashoka “Ibuuuu” Ashoka senang ibunya datang, lagu Lal Mere pun terdengar. Dharma segera memeluk Ashoka erat, Dharma sedih melihat keadaan Ashoka yang tubuhnya lebam karena cambukkan “Ibu, maafkan aku ... Akulah yang bertanggung jawab atas semua ini, aku akan membawa ibu pergi dari sini”, “Ashoka, dalam keadaan seperti ini kamu masih memikirkan ibu ? Besok kamu akan ditanyai disidang, nak ... tapi kamu harus menjaga dirimu sendiri, kamu harus mengatakan yang sebenarnya” Dharma ingin sekali menyelamatkan Ashoka “Apa gunanya bicara jujur, kalau mereka semua tidak mempercayai aku ! Hanya Acharaya yang bisa menolongku, ibu ... dia tahu kenapa aku datang ke istana ini !”, “Acharaya telah dibunuh, nak !” Ashoka kaget 

“Kalau begitu katakan pada mereka, bu ... Bahwa aku kesini untuk mencari ibu, aku tidak punya hubungan apapun dengan Maharaja Bindusara !” mendengar ucapan anaknya Dharma kembali teringat ketika dulu dirinya menikah dengan Maharaja Bindusara “Ibu, tolong katakan pada mereka bahwa aku kesini hanya untuk kamu !” Dharma sangat sedih melihat Ashoka karena dirinya tidak bisa berbuat banyak untuk menolong Ashoka “Ashoka, berjanjilah pada ibu, nak ... bahwa kamu tidak akan menceritakan siapa dirimu yang sebenarnya disidang besok, berjanjilah pada ibu bahwa kamu tidak akan mengatakan dimana kamu tinggal” Ashoka merasa ada yang ganjil dengan permintaan ibunya “Mengapa aku harus menutupi kebenaran tentang diriku ?”, “Lalukan seperti yang ibu katakan, berjanjilah Ashoka !”, “Ya, aku berjanji, ibu” 

Prajurit yang kakinya terluka karena dilukai oleh Acharaya sebelum Acharaya tewas menemui tabib istana untuk meminta obat “Kamu akan baik baik saja, kamu pasti akan segera sembuh” ujar sang tabib kemudian prajurit itupun pergi meninggalkan tabib, tepat pada saat itu salah satu prajurit yang merupakan mata mata Acharaya (dengan tanda sebuah tato dipunggungnya) melihat prajurit yang terluka keluar dari ruangan tabib istana. 

Sementara itu diruangan yang lain Ratu Noor (istri Maharaja) sedang menangis, Justin (adik tiri Maharaja) menemuinya “Kenapa kamu menangis ?”, “Mungkin saja kali ini Maharaja Bindusara tidak akan hidup lagi, tanpanya aku pasti tidak akan punya identitas ! Ratu Charumitra tidak akan membiarkan aku hidup” Justin mendekatinya “Tidak akan ada yang bisa menyentuhmu selama aku berada disampingmu, Ratu Noor” Justin semakin mendekatinya “Ini adalah hari sial untuk Maharaja Bindusara bahwa dia tidak akan bisa mencintaimu” Ratu Noor tersenyum kemudian mereka berduapun berpelukkan.

Komentar

  1. Ini adalah hari sial untuk Maharaja Bindusara bahwa dia tidak akan bisa mencintaimu” Ratu Noor tersenyum kemudian mereka berduapun berpelukkan.

    terharu baca nya ,,,




    ---
    Supplier Tas Batam

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bila saatnya Tiba - Review

Beberapa hari kemudian atau tepat setelah 40 hari kematian ayah Jodha, pesta pernikahan antara Jodha dan Jalal akhirnya terwujud, pesta yang berlangsung sangat sederhana dirumah Jodha itu, memang dibuat sedemikian rupa hanya untuk keluarga besar dan orang orang terdekat saja, Jodha tidak ingin diadakan resepsi besar besaran setelah selesai acara akad nikah, walaupun sebenarnya keluarga Jalal bisa mewujudkannya tapi karena Jodha memaksa hanya untuk orang terdekat saja yang bisa hadir di pesta pernikahannya, keluarga Jalal pun menyerah. Dengan balutan kebaya berwarna putih gading dan sanggul jawa yang menghias mahkota rambutnya, Jodha nampak kelihatan sangat anggun dan mempesona, wajah asli keturunan orang Jawa dengan matanya yang bulat, yang selalu tidak bisa membuat mata Jalal berkedip ketika memandangnya, ditambah hidungnya  yang mancung dan bibir yang mungil semakin melengkapi kecantikan seorang priyayi Jawa, sementara itu Jalal yang mengenakan beskap (pakaian adat Jawa untuk pr...

RENDEZVOUS session 2 chapter 1

RENDEZVOUS session 2 chapter 1 Catatan author : cerita ini merupakan kelanjutan perjalanan cinta kasih Jodha dan Jalal yang diterukir di Rendezvous, author sengaja menggunakan judul yang sama, agar para pembaca bisa menarik benang merah yang masih berhubungan dengan sekuel yang pertama, untuk kamu the new readers, ada baiknya untuk membaca sekuel yang pertama dulu RENDEZVOUS Dan cerita ini dimulai ketika putri sulung Jodha dan Jalal yang diberi nama Aram Bano sudah berusia 5 lima tahun Siang itu Jakarta diguyur hujan yang cukup deras, curah hujannya yang menari bagaikan ribuan kerikil yang dilempar dari atas langit, dari dalam mobil Porsche hitamnya Jodha mencoba menengok keatas melalui kaca jendela depan, hujan masih turun cukup deras, sementara kendaraan yang berada didepannya seakan enggan untuk bergerak, siang itu Jodha hanya bisa pasrah dengan kondisi yang harus di hadapinya, macet dan hujan, belum lagi kejadian tadi pagi cukup membuat Jodha mengelus dada ...