Sambil menunggu hasil
test DNA Salim keluar, Jalal mencoba ngobrol dengan salah satu dokter
yang menangani kasus Nandhini, Jalal sangat berharap ada sebuah
kemungkinan yang bisa diperbuatnya untuk kesembuhan Nandhini
"Jalal, kita mungkin
masih bisa melakukan kemo ke Nandhini atau bahkan pencangkokkan sumsum
tulang belakang" ujar dokter Robert yang saat itu sedang ngobrol bareng
Jalal diruang prakteknya
"Aku akan coba cari donornya, dok ,,," dokter Robert langsung menggeleng
"Rasanya percuma, Jalal
,,, karena harapan hidup pasien sendiri sangat rendah, dia menolak untuk
dikemo, dia bilang dikemo itu sakit, dia sudah cukup dikemo selama ini,
dia tidak mau lagi ,,, apalagi kamu tahu kan kalau penyakit leukimianya
ini sudah stadium 4" sesaat Jalal terpana
"Stadium 4 ,,, dok ?" dokter Robert hanya mengangguk anggukkan kepalanya
"Dari hasil diagnosis
kami, sudah ada pendarahan spontan pada tubuh pasien tanpa sebab, kami
lihat sudah ada bintik bintik merah sampai ungu pada kulitnya dan kami
lihat pada air seninya juga berwarna kemerahan, itu artinya
pendarahannya sudah meluas, kami menduga mungkin pada paru parunya juga
sudah mengalami kerusakan parah, tapi kami belum bisa memastikan hal
ini, kami akan melakukan scanning terlebih dulu"
Jalal hanya bisa terdiam mendengarkan penjelasan dokter Robert, sesaat ruang praktek dokter Robert nampak hening
"Dok, apa harapan hidup penderita leukemia stadium 4 itu sangat kecil ?" tanya Jalal penasaran
"Iyaaa ,,, harapan
hidupnya sangat tipis, meskipun masih ada beberapa cara penyembuhan,
tapi kalau dari dalam diri pasien itu sendiri tidak ada semangat juang
untuk bertahan hidup, akan sangat sulit sekali" Jalal ingat akan ucapan
Nandhini
"Rasanya waktuku sudah nggak lama lagi, aku ingin menyerahkan Salim padamu setelah aku tiada nanti ,,,"
Jalal hanya bisa
menghela nafas, tepat pada saat itu salah seorang perawat masuk ke ruang
praktek dokter Robert dan memberikan hasil lab test DNA Salim ke Jalal,
Jalal segera membuka amplop putih itu lalu membaca lembaran hasil
testnya yang bertuliskan 'positif' ,,,
Jalal hanya bisa
menghela nafas panjang, satu lagi kenyataan yang harus Jalal hadapi
dengan adanya kevalidan dari hasil test lab tersebut, selain kondisi
Nandhini yang semakin lemah
"Jalal, harapan hidup
dalam diri seorang pasien, itu sangat diperlukan untuk kelangsungan
pengobatannya, tapi kalau saya lihat dari kasus bu Dhini, sepertinya bu
Dhini sudah pasrah, dia menolak beberapa tindakan medis yang kami
sarankan"
"Dia memang seperti itu, dok ,,,"
"Kalau begitu, aku minta
bantuanmu, Jalal ,,, tolong yakinkan dia agar mau menjalani tindakan
medis selanjutnya" pinta dokter Robert
"Baik, dok ,,, akan saya usahakan ,,,"
Sekitar jam 12 siang ,,,
Akhirnya Salim tiba di
rumah sakit bareng ayah tirinya, Mr. Malcolm Landgraab, seorang pria
paruh baya dengan postur tubuhnya yang tinggi rata rata orang bule,
dengan wajahnya yang masih menyimpan sisa sisa ketampanan masa lalu yang
tersembunyi dibalik kerutan wajahnya, yang mirip dengan David Foster,
musisi gaek tahun 70 an
"Mommy ,,,"
Salim langsung
menghambur memeluk ibunya, Nandhini begitu dilihatnya ibunya terbaring
lemah tak berdaya, Nandhini pun memeluk putra tunggalnya dengan penuh
haru
"How are u ,,, ?"
"I'm fine, mommy ,,, why do u sick again ?" Salim merasa cemas dengan keadaan ibunya
"I'm okay ,,, don't
worry honey ,,, ibu nggak papa" ujar Nandhini sambil mengelus rambut
Salim yang merah kecoklatan lalu mencium puncak kepalanya
"Thank u for your coming" Mr. Landgraab hanya tersenyum begitu mendengar ucapan Nandhini sambil memegang tangan Nandhini lembut
"I've told u that u don't have to go here ,,,"
"I've to go here, honey ,,, " Nandhini mencoba membela dirinya
Tepat pada saat itu
Jalal masuk ke dalam kamar Nandhini, dari pintu depan kamar, dilihatnya
ada seorang pria bule dan seorang anak kecil berada di dalam kamar
Nandhini
"Itu pasti Salim dan suami Nandhini, Mr. Landgraab"
bathin Jalal dalam hati, dari dalam kamar, Nandhini yang melihat
kehadiran Jalal, segera memanggil Jalal untuk masuk ke dalam kamarnya
"Jalal, masuklah ,,,"
perlahan Jalal masuk ke dalam kamar Nandhini sambil tersenyum kearah Mr.
Landgraab yang saat itu menatap kearahnya, sementara Salim bangun dari
pelukkan ibunya dan melirik kearah Jalal dengan tatapan tidak bersahabat
"Honey ,,, this is my friend, Jalal ,,, Jalal ini suamiku Mr. Malcolm Landgraab"
"Hello ,,, I'm Malcolm ,,," ujar Mr. Landgraab hangat dengan senyuman diwajahnya
"Jalal ,,," Jalal membalas uluran tangan Mr. Landgraab dengan senyuman khasnya
"Salim ,,, do u remember
what I did say to u ? he is your dad, honey" Salim hanya terdiam,
begitu mendengar ucapan Nandhini sambil menatap kearah Jalal masih
dengan tatapan yang tidak bersahabat
"No ! No ! I don't want
it, mom ,,, I don't want it !!!!" ujar Salim sambil menggeleng gelengkan
kepalanya lalu berlari keluar dari kamar, semua orang sontak kaget
melihat perilaku Salim, rupanya Salim belum bisa menerima Jalal sebagai
ayahnya, meskipun ibunya sangat berharap Salim bisa menerima kehadiran
Jalal dalam hidupnya
"Saliiiiimmm ,,,," Nandhini hanya bisa berteriak dengan suara yang lemah
"Biar aku kejar dia,
Dhin ,,," Jalal bergegas mengejar Salim keluar dan mencoba mencari anak
itu disetiap sudut sudut rumah sakit, namun jalal tidak menemukan
dimanapun, Jalal tahu diri kalau Salim menolak dirinya
Jalal mencoba bertanya
kesemua orang yang ditemuinya di rumah sakit, namun tidak ada seorangpun
yang melihat keberadaan Salim, Jalal segera mengerahkan tim security
rumah sakit untuk menyebar mencari Salim
"Dia tidak mungkin jauh
jauh dari rumah sakit, aku yakin dia pasti masih berada di rumah sakit,
karena dia baru datang dari Australia jadi dia tidak mungkin keluar dari
rumah sakit, ayooo kita menyebar dan cari dia ! kalau kalian
menemukannya segera kabari aku !"
Jalal dan tim security
rumah sakit ayahnya segera melakukan pencarian ke semua sudut rumah
sakit, ditengah tengah pencariannya, Jalal mencoba berfikir seperti
dirinya sendiri karena menurut Nandhini, Salim sedikit banyak mirip
seperti dirinya, jadi Jalal berusaha berfikir kira kira apa yang akan
dilakukannya kalau dirinya berada di posisi seperti Salim
"C'mon ,,, c'mon Jalal, apa yang akan kamu lakukan kalau kamu jadi Salim ?"
Jalal berusaha berfikir
sekeras mungkin, hingga akhirnya entah kenapa Jalal tertarik untuk
datang ke sebuah taman yang berada dibelakang rumah sakit, Jalal merasa
tempat itu adalah tempat yang paling nyaman di rumah sakit ini untuk
menyendiri, rasanya ada sebuah kedamaian yang bisa kita temukan dengan
berada disana
Jalal bergegas ke taman
tersebut dengan harapan bisa menemukan Salim disana, sepanjang perjaanan
menuju ke taman tersebut, beberapa kali Jalal mendapat laporan dari tim
securitynya kalau mereka belum berhasil menemukan Salim
Jalal semakin yakin
kalau Salim pasti lari ke taman tersebut, kebetulan di taman itu ada
sebuah kolam ikan yang di hiasi dengan bunga teratai besar yang berwarna
merah muda, persis seperti yang diinginkan oleh ibunya yang memunculkan
ide pembuatan kolam ikan ini pertama kali
Ketika Jalal sampai
disana, benar juga disana ada seorang anak laki laki yang sedang duduk
di sebuah bangku taman yang menghadap ke kolam ikan, ciri cirinya mirip
sekali dengan Salim, Jalal mencoba mendekatinya dari arah belakang
Jalal yakin kalau
dirinya mendekati Salim dari arah depan, Salim pasti akan berlari
menjauhinya, Jalal berusaha mendekatinya secara perlahan lahan
"Haiii ,,, may I sit
here ?" Salim langsung melirik kearah Jalal begitu mendengar suara Jalal
berada disampingnya, saat itu Salim hendak pergi lagi meninggalkan
Jalal, Jalal langsung berkata
"Okee ,,, okee ,,, I
won't sit here but could we talk like a friend ?" pinta Jalal penuh
harap, sesaat Salim hanya terdiam sambil menatap kearah kolam ikan
didepannya, tak lama kemudian Salim akhirnya menganggukkan kepalanya
"Yeeaah ,,, u can sit here, kamu bisa duduk disini" akhirnya Salim mau membuka suaranya
"Kamu bisa bahasa ternyata ,,,," Salim hanya mengangguk kecil
"My mom taught me ,,, dia selalu bicara dengan bahasa" ujar Salim dengan aksen bulenya
"Baiklah, kenalkan aku
Jalal" Jalal berusaha mengakrabkan diri dengan Salim sambil mengulurkan
tangannya untuk berjabat tangan, namun Salim mengabaikannya, Salim
tetap dingin dan tidak bersahabat
"I knew u ,,,,, my mom
told me a lot about u, my mom banyak cerita tentang kamu" Jalal hanya
terdiam, mencoba menjadi pendengar yang baik, sesaat keduanya terdiam
"Apa kamu suka dengan
taman ini ?" Jalal mencoba mencairkan suasana yang agak kaku diantara
mereka, Salim hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan Jalal
"Kamu tahu dulu pemilik
rumah sakit ini hendak menjadikan lahan kosong ini sebagai tempat
bermain golf para dokter, jadi pada waktu senggang, para dokter bisa
refreshing dan bermain golf disini" ujar Jalal sambil menunjuk kearah
area kolam ikan
"Tapi ,,, istri si
pemilik rumah sakit ini tidak setuju, karena dengan begitu, kesannya
hanya para dokter saja yang bisa memanfaatkan area ini, oleh karena itu
sang istri memberikan sebuah ide untuk membuat sebuah taman dengan kolam
ikannya yang besar, maka jadilah tempat ini, bisa digunakan oleh semua
orang, termasuk kamu, iya kan ?" Salim hanya terdiam, tidak memberikan
respon apapun dengan cerita Jalal
"Dulu waktu aku kecil
waktu aku seumuran kamu, aku juga sering datang ke taman ini dan kamu
tahu agar aku nggak bosan, aku biasanya nyoba belajar cara memantulkan
batu di permukaan kolam itu, ternyata ada tehnik yang harus kita
pelajari, kamu mau tahu ? lihat yaa"
Jalal lalu berdiri dan
mulai mencari batu yang ada disana, kemudian didekatinya bibir kolam
tersebut dan mulai berancang ancang untuk melemparkan batu itu ke tengah
kolam, dengan satu hentakan, akhirnya Jalal bisa membuat batu itu
melompat lompat diatas permukaan kolam
Dari tempatnya duduk,
Salim merasa takjub dan ingin ikut mencoba melempar batu seperti Jalal,
tapi Salim mengurungkan niatnya dan hanya melihat Jalal melemparkan batu
batu itu berulang kali hingga membentuk sebuah lompatan lompatan yang
menarik
"Kamu tahu, aku pernah
dengar ada sebuah lomba lompat batu seperti ini, kalau nggak salah di
kota Bennington di negara bagian ,,," belum juga Jalal selesai dengan
ucapannya, Salim sudah menyela
"Vermont ! I mean ,,,
negara bagian Vermont, Amerika Serikat arah timur laut" sesaat Jalal
terperangah dengan jawaban Salim karena Salim langsung dengan cepat
menerangkan tempat yang dimaksud Jalal, sedangkan Jalal lupa lupa ingat
nama negara bagiannya, hanya ingat tempatnya di Amerika
"Anak ini benar benar ,,, sangat cerdas" bathin Jalal sambil tersenyum menatap kearah Salim yang kembali terdiam
"Iyaa betul itu ! negara
bagian Vermont di Amrik, bahkan ada yang bisa memecahkan rekor Guinness
World Records, dengan rekor 51 pantulan dalam satu kali lemparan,
amazing kan ?" ujar Jalal sambil kembali mendekat kearah Salim
"Aku baru dengar itu ,,," kembali suara Salim terdengar
"Kamu mau mencobanya ? kalau kamu tertarik, aku bisa mengajarimu nanti" ujar Jalal tulus
"Thank u ,,, I've to go to my mom, see you ,,,"
Salim segera berdiri dan
berjalan meninggalkan Jalal, Jalal hanya tersenyum sambil menatap
kearah anak kandungnya ini, Jalal kemudian menghembuskan nafasnya dalam,
rasanya sebagian beban beratnya mulai sedikit berkurang, namun baru
beberapa langkah Salim meninggalkan dirinya, tiba tiba terdengar
teriakan Salim dari arah belakang Jalal
"Aku harus manggil kamu apa .... ?" Jalal segera berbalik dan menatap kearah Salim yang sedang berdiri agak jauh dibelakangnya
"Kamu bisa memanggilku apa saja, sesuka hatimu ,,," teriak Jalal
Salim lalu berbalik dan meninggalkan Jalal yang menatapnya cukup lama sambil berkata dalam hati "Jodha, aku harap kamu bisa menerima anak ini sebagai putramu dengan ikhlas"
Komentar
Posting Komentar